WAIT YOU
Aku disini…
Aku menunggu lamaaa sekali…
Aku duduk diatas papan kayu yang
sengaja ditancapkan diantara pohon rindang berbunga kecil kuning yang saat itu
daunnya sedang kering berguguran. Angin bertiup kencang sekali. Membuatku sibuk
menghitung jumlah daun yang berserakan didepanku. Lebih tepatnya, aku
menyibukkan diriku.
Suasana sudah begitu rindang,
pepohonan seperti sedang bercengkrama dan saling menyapa. Dahannya seperti
sedang menari nari. Aroma daun dan bunga kuning yang berjatuhan juga tercium
khas sekali. Aku suka baunya. Suka sekali. Sedikit menenangkan pikiranku yang
sepertinya mulai kacau. Beberapa burung gereja juga seperti sibuk sekali entah
mau apa. Aku pusing sendiri melihat meraka. Hmmm… udara terasa semakin dingin. Entah
sejak kapan aku berada disitu. Dari yang kuingat saat datang, cuaca masih terik
sekali. Angin belum bertiup kencang, daunpun belum banyak berguguran. Orang
orang belum banyak berlalu lalang dihadapanku. Sesekali ditengah kesibukkanku
menghitung daun, aku memperhatikan orang orang yang lewat maupun duduk duduk
sambil memperhatikan kearah danau bersama keluarga atau kekasihnya masing
masing.
Aku cukup risih karena kurasa
sepasang anak kecil berumur sekitar 8 tahun yang sedang duduk diatas sepada
yang sedang mereka parkir ditepi danau, terus memperhatikanku sambil sesekali
menjilati es krim yang mulai meleleh ditangannya. Aku merasa sedikit tersindir.
Mereka seperti sedang mengejekku, tersenyum kearahku. Entah apa yang mereka
perhatikan dariku. Ah, untung saja mereka anak kecil. Atau mungkin aku saja
yang sedikit sensitive. Kurasa anak tadi sedang bingung kenapa aku hanya duduk
saja dibawah pohon itu tanpa melakukan apa apa hingga kurasa bunga kuning yang
berguguran sudah mulai menempel di rambut panjang yang sengaja aku tata rapi
sebelum kesini. Kuperhatikan lagi jam tangan hitam yang melingkar ditangan
kananku. Pukul 16.00 WIB. Dari yang kuingat, aku pamit sama bunda pukul 12.30
WIB setelah bunda melarangku pergi tengah hari sebelum makan siang dan sholat
dzuhur. Dari yang kuperkirakan jarak rumahku ke danau ini sekitar 15 menit
dengan berjalan kaki. Itu artinya aku sudah lebih dari 3 jam duduk terpaku
disini. Pantas saja anak kecil ini merasa heran padaku. Burung gereja yang
sedari tadi berlalu lalangpun kurasa sedang merasa bingung dengan keberadaanku.
Aku mengabaikan mereka. Aku mengabaikan semuanya. Aku tak perlu peduli dengan
yang dipikirkan anak kecil ini, ataupun apa yang dipikirkan burung burung itu
tentangku. Setidaknya aku berusaha untuk tidak peduli dan terus fokus pada daun
yang kuhitung saja.
Ya…
Aku terbiasa..
Aku terlalu terbiasa menunggu
Aku tak apa. Akupun tak peduli
dengan yang orang katakan atau pikirkan tentangku. Sungguh aku tak peduli. Atau
setidaknya, aku berusaha untuk tidak peduli.
Sepertinya aku mulai tidak fokus
pada daun daun ini. Aku mulai memperhatikan kearah jalan yang dilalui motor dan
mobil. Sebagian merapat sebentar untuk mengambil beberapa gambar ditepi danau
ini, sebagian lagi sengaja parkir untuk bertamasya disini. Ya kuingat hari ini adalah
hari Sabtu. Jadi wajar saja jika semakin waktu danau ini semakin ramai. Para
pedagang makanan juga mulai menyusun makanan yang dijajajakannya. Tak lupa para
pedagang juga menyiapkan beberapa kursi bakso untuk para pelanggannya yang
makan disana. Sepertinya sebentar lagi lampu danau akan dinyalakan. Akupun
tanpa sadar melupakan daun daun yang sudah kuhitung sejak tadi. Aku terus
memperhatikan motor dan mobil yang berjalan melambat di tepi danau, aku
berharap dari beberapa mobil dan motor yang parkir disana keluar seseorang yang
kutunggu sejak tadi.
Aku merasa konyol sekali… aku
melihat kearah ponsel dan berharap dia mengirimiku pesan tentang alasan kenapa
dia terlambat. Aku bahkan berharap terjadi sesuatu padanya. Tapi kemudian aku
berharap bahwa dia baik baik saja. Dan berharap bahwa dia sedang mengemudi dan
macet sekali. Hingga akhirnya aku beranikan diri untuk meneleponnya. Dengan
ragu ragu kutekan tombol hijau diponselku. Sebenarnya aku tak mau jadi orang
yang mengganggu seperti ini. Tapi aku sudah terlalu banyak menghitung daun hari
ini. Aku bosan sekali.
“Nomor yang anda hubungi sedang
sibuk.”
Dia sedang menelepon siapa? Siapa
yang dia hubungi sampai dia lupa bahwa ada orang yang sudah menunggunya selama
berjam jam disini? Buru buru kumatikan ponselku. Merasa tak kuat lagi dengan
suara tante yang sejak tadi mengatakan bahwa nomor yang kuhubungi sedang sibuk.
Akupun bangun dari papan yang kududuki sejak berjam jam lalu. Kulihat ada
tukang es krim tak jauh dari anak kecil yang memperhatikanku tadi. Aku bergegas
kearah sana dan meminta es krim yang sama dengan kedua anak kecil itu. tanpa
sadar langkahku terasa menjadi sangat berat dan lemas. Aku terus menjilati
eskrimku sambil berjalan mejauhi danau dan anak kecil yang sekarang sedang
berkeliling naik sepeda karena kurasa es krimnya sudah habis.
TESSS…
Kurasa pipiku terkena tetesan
air. Hari memang sudah sore, tapi belum cukup mendung untuk menurunkan
gerimisnya. Aku malu mengakuinya, tapi kurasa aku menangis. Tidak, ini memang
bukan menangis. Aku hanya tidak sengaja meneteskan satu tetes air mata. Mungkin
karena angin yang sejak tadi berhembus kearah mataku. Buru buru kuseka air
mataku.
Aku tidak boleh meneteskan lebih
banyak lagi, batinku.
Hari ini rasanya panjang sekali.
Aku terus berjalan. Aku tak mau menoleh kemanapun. Aku sedang tak ingin
memperhatikan apapun. Kudengar langkah kakiku yang terseret bergesekan dengan
daun daun kering dijalan.
Aku lelah sekali.
Aku mau pulang.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus