Selasa, 06 November 2018

WAIT YOU


WAIT YOU

Aku disini…
Aku menunggu lamaaa sekali…

Aku duduk diatas papan kayu yang sengaja ditancapkan diantara pohon rindang berbunga kecil kuning yang saat itu daunnya sedang kering berguguran. Angin bertiup kencang sekali. Membuatku sibuk menghitung jumlah daun yang berserakan didepanku. Lebih tepatnya, aku menyibukkan diriku.
Suasana sudah begitu rindang, pepohonan seperti sedang bercengkrama dan saling menyapa. Dahannya seperti sedang menari nari. Aroma daun dan bunga kuning yang berjatuhan juga tercium khas sekali. Aku suka baunya. Suka sekali. Sedikit menenangkan pikiranku yang sepertinya mulai kacau. Beberapa burung gereja juga seperti sibuk sekali entah mau apa. Aku pusing sendiri melihat meraka. Hmmm… udara terasa semakin dingin. Entah sejak kapan aku berada disitu. Dari yang kuingat saat datang, cuaca masih terik sekali. Angin belum bertiup kencang, daunpun belum banyak berguguran. Orang orang belum banyak berlalu lalang dihadapanku. Sesekali ditengah kesibukkanku menghitung daun, aku memperhatikan orang orang yang lewat maupun duduk duduk sambil memperhatikan kearah danau bersama keluarga atau kekasihnya masing masing.

Aku cukup risih karena kurasa sepasang anak kecil berumur sekitar 8 tahun yang sedang duduk diatas sepada yang sedang mereka parkir ditepi danau, terus memperhatikanku sambil sesekali menjilati es krim yang mulai meleleh ditangannya. Aku merasa sedikit tersindir. Mereka seperti sedang mengejekku, tersenyum kearahku. Entah apa yang mereka perhatikan dariku. Ah, untung saja mereka anak kecil. Atau mungkin aku saja yang sedikit sensitive. Kurasa anak tadi sedang bingung kenapa aku hanya duduk saja dibawah pohon itu tanpa melakukan apa apa hingga kurasa bunga kuning yang berguguran sudah mulai menempel di rambut panjang yang sengaja aku tata rapi sebelum kesini. Kuperhatikan lagi jam tangan hitam yang melingkar ditangan kananku. Pukul 16.00 WIB. Dari yang kuingat, aku pamit sama bunda pukul 12.30 WIB setelah bunda melarangku pergi tengah hari sebelum makan siang dan sholat dzuhur. Dari yang kuperkirakan jarak rumahku ke danau ini sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Itu artinya aku sudah lebih dari 3 jam duduk terpaku disini. Pantas saja anak kecil ini merasa heran padaku. Burung gereja yang sedari tadi berlalu lalangpun kurasa sedang merasa bingung dengan keberadaanku. Aku mengabaikan mereka. Aku mengabaikan semuanya. Aku tak perlu peduli dengan yang dipikirkan anak kecil ini, ataupun apa yang dipikirkan burung burung itu tentangku. Setidaknya aku berusaha untuk tidak peduli dan terus fokus pada daun yang kuhitung saja.

Ya…
Aku terbiasa..
Aku terlalu terbiasa menunggu

Aku tak apa. Akupun tak peduli dengan yang orang katakan atau pikirkan tentangku. Sungguh aku tak peduli. Atau setidaknya, aku berusaha untuk tidak peduli.

Sepertinya aku mulai tidak fokus pada daun daun ini. Aku mulai memperhatikan kearah jalan yang dilalui motor dan mobil. Sebagian merapat sebentar untuk mengambil beberapa gambar ditepi danau ini, sebagian lagi sengaja parkir untuk bertamasya disini. Ya kuingat hari ini adalah hari Sabtu. Jadi wajar saja jika semakin waktu danau ini semakin ramai. Para pedagang makanan juga mulai menyusun makanan yang dijajajakannya. Tak lupa para pedagang juga menyiapkan beberapa kursi bakso untuk para pelanggannya yang makan disana. Sepertinya sebentar lagi lampu danau akan dinyalakan. Akupun tanpa sadar melupakan daun daun yang sudah kuhitung sejak tadi. Aku terus memperhatikan motor dan mobil yang berjalan melambat di tepi danau, aku berharap dari beberapa mobil dan motor yang parkir disana keluar seseorang yang kutunggu sejak tadi.

Aku merasa konyol sekali… aku melihat kearah ponsel dan berharap dia mengirimiku pesan tentang alasan kenapa dia terlambat. Aku bahkan berharap terjadi sesuatu padanya. Tapi kemudian aku berharap bahwa dia baik baik saja. Dan berharap bahwa dia sedang mengemudi dan macet sekali. Hingga akhirnya aku beranikan diri untuk meneleponnya. Dengan ragu ragu kutekan tombol hijau diponselku. Sebenarnya aku tak mau jadi orang yang mengganggu seperti ini. Tapi aku sudah terlalu banyak menghitung daun hari ini. Aku bosan sekali.

“Nomor yang anda hubungi sedang sibuk.”

Dia sedang menelepon siapa? Siapa yang dia hubungi sampai dia lupa bahwa ada orang yang sudah menunggunya selama berjam jam disini? Buru buru kumatikan ponselku. Merasa tak kuat lagi dengan suara tante yang sejak tadi mengatakan bahwa nomor yang kuhubungi sedang sibuk. Akupun bangun dari papan yang kududuki sejak berjam jam lalu. Kulihat ada tukang es krim tak jauh dari anak kecil yang memperhatikanku tadi. Aku bergegas kearah sana dan meminta es krim yang sama dengan kedua anak kecil itu. tanpa sadar langkahku terasa menjadi sangat berat dan lemas. Aku terus menjilati eskrimku sambil berjalan mejauhi danau dan anak kecil yang sekarang sedang berkeliling naik sepeda karena kurasa es krimnya sudah habis.

TESSS…

Kurasa pipiku terkena tetesan air. Hari memang sudah sore, tapi belum cukup mendung untuk menurunkan gerimisnya. Aku malu mengakuinya, tapi kurasa aku menangis. Tidak, ini memang bukan menangis. Aku hanya tidak sengaja meneteskan satu tetes air mata. Mungkin karena angin yang sejak tadi berhembus kearah mataku. Buru buru kuseka air mataku.

Aku tidak boleh meneteskan lebih banyak lagi, batinku.
Hari ini rasanya panjang sekali. Aku terus berjalan. Aku tak mau menoleh kemanapun. Aku sedang tak ingin memperhatikan apapun. Kudengar langkah kakiku yang terseret bergesekan dengan daun daun kering dijalan. 

Aku lelah sekali. 
Aku mau pulang.

1 komentar:

KESEDIHAN YANG KOMPLEKS

Hari ini hari Senin, 14 Februari 2022. Cuaca sedang sangat ekstrim hingga sebagian besar penghuni bumi mengalami flu. Ya, sebagian besar. Mu...