SEBUAH PAGI
"Kenapa hidup sangat berat? Kenapa begitu sulit untuk tersenyum?" ucap Alea pelan sekali
Suara langkahnya terdengar lebih kencang dari bisikannya
"Hufth..." Alea menghela napas untuk kesekian kalinya. Helaan nafasnya serasa berlomba dengan langkah beratnya
Tak lama dia berjalan, tiba tiba jatuh seperti tetesan hujan tepat di ujung hidungnya. Dia merasakan keanehan. Kenapa air hujan terasa begitu padat dan kenapa ada sedikit warna? Alea pun menyentuh yang tadi dianggapnya sebagai tetesan hujan.
"Arghhh... Kenapa tidak ada yang berjalan lancar" seketika Alea berteriak dan menghentikan langkah beratnya
Ya. Itu memang bukan tetesan air melainkan kotoran burung yang jatuh tepat dihidungnya. Alea tiba tiba tumbang dari pertahanannya. Dia seperti tidak sanggup lagi menahan air matanya. Dia terjongkong di posisi tempatnya menghentikan langkah. Dia menangis... Sendirian ditengah jalan besar. Dilewati puluhan mobil dan motor yang lalu lalang tanpa mempedulikannya.
"Astagaa... Bagaimana bisa aku menangis hanya karena kotoran burung ini." Ucap Alea sambil cepat cepat menyeka air mata dengan tangannya yang tadi sempat menyentuh aspal. Terasa seperti ada butiran pasir dipipinya. Tapi dia tidak menghiraukannya. Dia berjalan lagi. Kali ini lebih cepat. Tanpa langkah berat dan helaan nafas.
Suasananya begitu mendung saat itu. Seperti hampir hujan, tapi hanya udara yang terus berhembus kencang. Menerpa jilbab Alea dan membuat bentuknya menjadi tidak beraturan. Sesekali Alea membalikkan jilbabnya kebelakang dan kali ini ia tidak sabar. Diapun mengikatnya agar tak terbang lagi. Alea berjalan di trotoar dengan banyak pohon besar. Daunnya berguguran tapi Alea tidak menyadarinya. Dia seperti tidak punya waktu lagi untuk memikirkan hal lain disekitarnya. Alea emikirkan sesuatu.
Tring tring.. Tring tring
Suara hpnya berdering. Segera Alea meraih HP di kantong celana bagian depan. Ibu. Suara panggilan dari ibu sepagi ini? Ada apa? Batin Alea
"Assalamualaikum bu" sambut Alea terdengar sangat riang
"Waalaikumsalam teh. Teteh sehat?" Jawab ibunya dari seberang telepon sana
"Sehat dong bu, Alhamdulillah. Ayah gimana? Adik adik semua sehat?"
"Sehat teh Alhamdulillah. Teteh jangan telat makan ya. Teteh dimana ini?" Tanya sang ibu lagi
"Ini aku lagi dibawah kantor bu lagi cari sarapan. Ibu udah sarapan belum?"
"Sudah trh. Tadi si Ani masak tempe goreng tipis kesukaannya si Ayah. Biasa.. pake sambel" terdengar ibu sedikit tertawa dan sangat antusias menceritakan menu sarapannya
"Wahh enaknyaa.. Jadi kangen aku masakannya si Ani. Kalo begitu jaga kesehatan ya bu. Ohiya Ibu ada apa bu telepon?" Tanya Alea penasaran
"Hm.. Begini teh. Adikmu si Ani mau bayar buat daftar kuliah katanya. Kamu masih ada uang ga teh? Maafin ibu ya teh. Padahal baru minggu lalu kamu baru kirimin uang gajian kamu." ucap sang ibu lirih seperti merasa bersalah
"Ohhh iya bener si Ani kan kemarin katanya mau daftar buat tes kuliah ya bu? Aku lupa mau tanyain kemarin. Berapa bu bayarnya? Nanti aku transfer lewat alfamart kaya biasa ya bu. Minta si Ali aja ya bu yang ambil. Jangan ayah, nanti ayah masuk angin lagi naik motor jauh jauh" seru Alea sambil menyebutkan nama adik bungsunya
"Lima ratus ribu nak. Kamu ada? Sebenarnya sih tesnya cuma 300 nak. Tapi.."
"Oalah ada kok bu aku segitu. Nanti jam istirahat aku transfer ya bu. Aku kabarin kalo udah. Ibu jaga kesehatan ya bu, lagi musim hujan ini." Sela Alea ketika sang ibu hendak menjelaskan
"Makasih ya nak. Ohiya nak kamu tadi naik ojek ke kantor nak?" tanya sang ibu lagi
"Iya masih bu.. Nanti rencananya aku mau kredit motor hehe. Tapi nanti aja dulu deh kan belum terlalu butuh banget juga aku gabanyak pergi" jawab Alea antusias
Setelah berbincang beberapa menit obrolan mereka pun berakhir.
Alea melemaskan tangan kanan yang masih memegang ponsel. Tak terasa ia menghela nafas dalam. Kakinya terasa bergetar. Membuatnya jongkok seketika. Lemas. Alea menangis lagi. Kali ini adalah tangisan kedua Alea dipagi hari ini. Pukul 07.20 WIB, 500 meter dari kantornya.
Cerpen karya Anggita Aryati
Tangerang, 30 Januari 2021